skip to main | skip to sidebar
KHOFIFUL (KHOFIFAH & GUS IPUL)

Rabu, 05 November 2008

Diposting oleh KHOFIFUL di 08.23 Tidak ada komentar:
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Penanda waktu Dunia

  • KOMPAS
  • SURYA
  • JAWAPOS
  • KPU jatim
  • KPU pusat
  • PKB pusat
  • Partai Demokrat
  • Suara PAN
  • Suara PKS
  • ikapdar PP.DU Jombang
  • PP. TAMBAKBERAS JOMBANG
  • BHIRAWA JBG
  • suara surabaya

Yang Lagi Ngintip

Koncoku Rek

  • Gunung kidul
  • toni si inspirator
  • kapanpun

Bebungahe ati


Cahaya Hati by Opick.mp3


Monggo Pados lagu CodeLagu.Com

opik


Opick - Hamba-Hamba allah (Video)

Monggo ningali Video Klip CodeLagu.Com

siapakah calon presiden RI 2009 ?

KEUTAMAAN

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

hidup penuh makna

ngaji

www.jawapos.com

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

GUSDURIAN

GUSDURIAN

maturnuwun sudi mampir

Tracker

NU Sejati

zwani.com myspace graphic comments
Friends Graphic Comments

KHOFIFUL

Saran Konstruktif, monggo...?

Arsip Blog

  • ►  2009 (5)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ▼  2008 (15)
    • ▼  November (1)
      • Tanpa judul
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (12)

Mengenai Saya

Foto saya
KHOFIFUL
resah melihat kondisi carut marutnya NU saat ini, namun tak banyak yang dapat aku lakukan, aku hanya dapat menumpahkan kegelesihanku di blog kebangganku ini. barangkali dapat solusi. Salam NAHDLIYYAH
Lihat profil lengkapku
 

MENILIK LARANGAN PRAKTEK PONARI.

MENILIK LARANGAN PRAKTEK PONARI.
antara KECEMASAN dan HATI NURANI
Apakah benar, dengan berprakteknya dukun cilik (PONARI) di plosok kota Jombang itu telah menjadikan was-was beberapa pihak (dukun, dokter, bidan, mantri, rumah sakit, tabib, klinik, orang pintar dll) yang ada di kota Jombang dan sekitarnya, bagaimana mereka tidak was2 dan khawatir karena saat ini ribuan pasien "tumpek blek" jadi satu ngantri memadati rumah PONARI untuk mencari kesembuhan. Yang biasanya mereka pergi ke medis (baca, Dokter/Rumah Sakit) atau ke Alternatif (baca, Dukun/tabib) mereka sudah tidak lagi melakukannya karena mereka lebih memilih pergi ke PONARI, disamping biayanya murah kesembuhanya lebih cepat (itu keyakinan mereka).
Data pengunjung (baca, pasien) di beberapa tabib atau dukun serta rumah sakit atau dokter baik negeri atau swasta yang ada di kota jombang mengalami penurunan yang sangat drastis hampir 50% mulai tanggal 20 Januari 2009 - 10 Pebruari 2009 (ini survei acak kami lho....dengan metode AK*) bisa dicek di RSUD Jombang, RSI Jombang, RS Nur Wahid, dukun tiban tambakberas, tabib cukir, Gudo, Peterongan dll.
Nah...dari kekhawatiran beberapa pihak itulah.........muncul kemudian komentar pro dan kontra tentang keberadaan "Mbah PONARI".....
yang Pro jelas datangnya dari orang yang sakit dan tidak mampu membeli obat mahal, sementara yang tidak setuju dengan praktek mbah PONARI sudah bisa ditebak...jelas dari orang-orang yang terusik sandang pangannya itu tadi yaitu dukun, tabib, dokter dkk. dengan dalih bermacam-macam, ada yang mengatakan kesembuhan berobat di mbah PONARI hanya sugesti lah, tidak aman lah, berbahaya lah, belum medapat izin Depkes lah, pokoknya banyak seribu alasan yang bisa dibuat.
Apalagi dengan banyaknya pengunjung yang menjadi korban dalam mengantri untuk mendapat "Air" yang konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit itu seakan menjadi senjata untuk dapat menghentikan prakteknya mbah PONARI.
Kalau memang kesembuhan berobat di mbah PONARI hanya karena faktor sugesti yang kuat (menurut, Dra Denok Wigati Msi, dosen Fakultas Psikologi di Universitas Darul Ulum Jombang), kenapa praktek mbah PONARI tidak tambah di dukung, seharusnya bu Denok mendukungnya? karena biayanya sangat murah dan terjangkau, karena pada dasarnya minum obat yang dari dokter itupun harus dilandasi dengan sugesti??
bagi keyakinan kami (muslim), ketika kita minum "AIR" dari mbah PONARI tidak boleh berkeyakinan bahwa AIR yang telah dicelupi batunya mbah PONARI itu dapat menyembuhkan penyakit, ini yang tidak boleh, begitu juga berkayakinan bahwa PIL/OBAT dari dokter mampu menyembuhkan penyakit ini sama dengan SYIRIK, karena yang dapat menyembuhkan segala penyakit itu hanya ALLAH SWT. bukan mbah PONARI atau DOKTER SPECIALIST atau DUKUN. Kita pergi ke dokter atau mbah PONARI itu hanyalah ikhtiar saja jika minum obat dokter atau AIRnya mbah PONARI kok sembuh, ya semua itu hanya karena ALLAH SWT semata. Jadi, kita jangan sampai mempercayai bahwa obat dokter atau "AIR" nya PONARI dapat menyembuhkan penyakit namun semua itu hanyalah media /sarana kita dalam berikhtiar mencari kesembuhan. Jadi dalam hal ini bu Denok sangat subyektif dan kentara nuansa "berpretensinya".
Untuk alasan kemanan, saya yakin pihak keamanan setempat (POLRES dan KODIM Jombang ) dapat mengelola dengan baik dan profesional.
Sedangkan alasan psikologis mbah PONARI, yang menurut WCC jombang harus dikembalikan ke "habitatnya" dan jangan diekploitasi. hal ini saya sepakat itu, namun perlu diingat dan ditelaah lagi, sepertinya dunia PONARI dua bulan yang lalu dengan sekarang (12 Pebruari 2009) sudah berbeda, terbukti dia mampu tidak tidur beberapa malam hanya untuk mengobati orang lain, dia mampu berbuat bijak, memperingatkan orang untuk berbuat baik dll. yang mana hal ini tidak mungkin dilakukan oleh anak seusianya. jadi kembali ke habitat kalau bukan keinginan dari mbah PONARI sendiri kayaknya ndak mungkin, sedangkan eksploitasi juga bukan kategori eksploitasi karena tidak ada yang memaksa, semua berdasar Wangsit mbah PONARI sendiri tidak ada yang mampu memaksanya.
Sedangkan untuk izin DEPKES, seharusnya pemerintah jemput bola dong...karena mereka itu orang desa yang tak mengerti regulasi (peraturan) kesehatan di negeri ini..kekhawatirannya setelah ada izin DEPKES biaya berobat ke PONARI mahal sama dengan dokter atau tabib/dukun yang lain. Lagian yang membahayakan kan bukan ramuan (AIR) nya mbah PONARI namun hanya segi pengunjung yang berdesak-desakan saja sehingga membahayakan pasien yang sudah udzur atau sakit keras, jadi tidak ada alasan bagi DEPKES melarang praktek PONARI.
Seandainya sampai DEPKES melarang berarti DEPKES penuh dengan Subyektifitas dan pretsensi.
Seharusnya DEPKES harus bersyukur dong...
angka kesembuhan pasien naik (meskipun tidak berobat ke dokter).
Juga bagi tokoh agama jangan berfatwa bahwa pergi ke mbah PONARI haram!!
Masyarakat itu hanya butuh sembuh dari penyakit, jangan dibebani macam-macam.
Arahkan saja bahwa niat kita ke dokter, dukun, tabib, bidan, mantri dan ke mbah PONARI hanya ingin berikhtiar dan jika sembuh itu semua hanya karena ALLAH SWT. bukan karena dokter, dukun, tabib atau mbah PONARI.
kita hanya bisa bertadabbur dan bertafakkur bahwa fenomena mbah PONARI di abad yang konon serba canggih dan memasuki abad milenium ini adalah UJIAN dari ALLAH SWT, ALLAH SWT. benar2 telah menunjukkan kekuasaannya kalau ALLAH menghendaki semuanya bisa terjadi, menyembuhkan seseorang tidak perlu dari OBAT yang mahal atau dokter spesialis.
Namun ALLAH SWT. juga menguji tentang keimanan kita seandainya kita meyakini bahwa mbah PONARI dengan BATUnya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit maka, celakalah kita, kita akan menjadi orang yang menyekutukan ALLAH SWT. (Musyrik). Naudzubillah min dzalik. Namun sebaliknya kalau kita yakin bahwa yang menyembuhkan adalah semata-mata karena ALLAH SWT. Mbah PONARI hanyalah perantaraan saja dari ikhtiar kita. maka selamatlah kita, amien.
Jadi, kami mohon semuanya harus bijak dan lapang dada, untuk pak SUYANTO (Bapak Bupati Jombang) tolong jangan ditutup praktek mbah PONARI kasihan masyarakat yang membutuhkannya, cari solusi terbaiknya agar mbah PONARI tetap praktek tanpa mengganggu lingkungan dan orang lain.
Untuk diketahui pasien yang berobat ke mbah Ponari tidak hanya dari kalangan tidak mampu saja namun orang-orang berduit dan pejabat banyak yang rela antri berjam-jam bahkan berhari-hari di tempat mbah PONARI di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh - Jombang.
SEMAKIN KAU LARANG SEMAKIN KAMI TAHU
SIAPA YANG TAK BERPIHAK PADA RAKYAT
Kami mihon maaf semuanya,
KOMENTAR BALIK KE www.khofiful.co.nr
wassalam.
(wallahu a'lam bisshowab/hanya ALLAH SWT. yang Maha Mengetahui).

MENGARIFI TINGKAH GUS DUR

Barangkali sebagian warga NU resah melihat konflik internal di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tak kunjung “diakhiri”. Perdamaian antara kubu Gus Dur (GD) dengan kelompok Muhaimin masih jauh panggang dari api. Amar keputusan MA yang mengembalikan formasi kepengurusan PKB sesuai hasil Muktamar Semarang tahun 2005, sama artinya dengan terpecundanginya GD oleh Muhaimin. GD sebagai Ketua Dewan Syuro ternyata nyaris tidak memiliki otoritas formal di hadapan UU Parpol, sebab pencalonan legislatif tidak membutuhkan tanda tangannya. Ketegangan sempat mencuat saat GD secara tegas menginstruksikan pendukungnya untuk menduduki kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) seluruh Indonesia, sebab dianggap tidak adil dengan menolak caleg yang diajukan kubu GD. Namun, kekhawatiran terjadinya chaos antar simpatisan urung terjadi. Realitas ini mirip dengan fenomena saat GD dikudeta dari kursi kepresidenan. Massa nahdliyyin yang memuncak kemarahannya cukup diredakan oleh penampilan GD yang keluar dari istana negara dengan celana pendek. Dalam hemat saya inilah kearifan cucu pendiri NU itu. Tragedi 1999, di mana terjadi bentrokan antara simpatisan PPP dengan PKB di beberapa daerah seperti Jepara, Pekalongan, dan beberapa kota lain –meski intensitas konfliknya berbeda, tentu menjadi pelajaran. Maka konflik internal PKB, bagi saya, adalah blessing in disguise (rahmat dalam kenestapaan). Meski bisa memicu pergesekan antara massa PKB –terbukti tidak terjadi, namun konflik itu, entah disengaja atau tidak oleh GD, mampu menghindarkan benturan sosial di lapisan grass root antara simpatisan PKB dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), partai yang dipelopori oleh mayoritas kiai NU yang dulu mendukung GD dan kini berseberangan dengannya. Chaos antara massa NU pada 1999 bisa jadi dipicu ketidaksiapan warga NU akar rumput akan perubahan kilat hingga gagap menerima perbedaan. PPP sebagai partai Islam dan menjadi “rumah politik” umat Islam di era orde baru, termasuk warga NU, tersaingi dengan kehadiran PKB yang didirikan oleh para elit NU. Massa loyalis PPP enggan menerima eksistensi PKB sebagai partainya wong NU. Tentu peristiwa ini masih terekam kuat dalam memori GD. Tidak sekali ini GD berseteru dengan elit, baik kiai, kader NU, maupun PKB. Pada tahun 2004, perseteruan antara GD dengan Hasyim Muzadi yang merembet hingga Muktamar NU di Boyolali diekspose besar-besaran oleh media massa. Kala itu, seolah-olah NU sudah di tepi jurang perpecahan akibat ulah GD yang terus menyudutkan Hasyim. Namun GD kemudian legawa menerima kekalahan kubunya dan tidak merongrong kepemimpinan Hasyim Muzadi di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pasca muktamar, GD bersitegang dengan para kiai sepuh yang dulu ia sebut sebagai kiai khosh. Figur-figur “ciptaan” GD yang lantas ia “bubarkan” sendiri dan kemudian ia ganti dengan golongan “kiai kampung”. Perseteruan inilah yang memantik perpecahan di tubuh PKB hingga melahirkan PKNU. Mengamati sepak terjang Gus Dur yang sekilas tampak mengeroposkan sendi-sendi kekuatan politik PKB (bahkan NU), sah saja bila sebagian warga NU jengah dan marah. Bagaimanapun ada ikatan emosional yang kuat antara nahdliyyin dengan PKB. Kendati menurut beberapa survey mutakhir, PKB mengalami penurunan pendukung secara drastis. Melalui tulisan ini saya hendak mengajak pembaca, khususnya nahdliyyin, untuk menyikapi secara arif tingkah polah Gus Dur yang kerap bersitegang dengan banyak tokoh PKB dan juga NU. PKB adalah ekspresi euforia politik warga NU pasca otoritarianisme orde baru. Layaknya NU, PKB kesulitan untuk lepas dari kiai, intitusi pesantren, dan organisasi NU. Padahal kiai, institusi pesantren, dan organisasi NU adalah penjaga moralitas kekuasaan yang idealnya bersikap netral. Kelahiran PKB yang dibidani kiai pesantren dan NU, sempat membuat jam’iyyah NU dianggap melanggar garis khittah 1926 yakni menjadi organisasi sosial keagamaan murni dan tidak berkiprah dalam pentas politik praktis. Politik praktis adalah medan yang mustahil luput dari pertarungan dan kecurangan demi menggapai kekuasaan. Dan Islam mempunyai preseden historis ihwal tersebut. Centang perenang perebutan tahta politik bermula pasca wafatnya Muhammad Saw, sebab tidak/belum adanya warisan tatanan politik yang terperinci. Kemajemukan etnis yang berhasil diintegrasikan Nabi dalam satu wadah negara Islam Madinah, perlahan tercerai-berai. Perselisihan antar suku dan klan Arab pun tak terelakkan. Friksi, oposisi, hingga perang saudara berdarah, merupakan hal biasa dalam sejarah khilafah Islam pasca Nabi. Pergantian imperium hampir semuanya dilalui dengan kudeta fisik. Dan setiap imperium pengganti selalui mengklaim bahwa tindakannya merupakan amanat Tuhan dan tidak didasari ambisi kekuasaan. Menilik sejarah politik Islam di atas, tindakan GD bisa dimaknai sebagai upayanya untuk menghindarkan kesalahan sejarah politik Islam yang sarat pergolakan berdarah antar saudara. Selain itu ia juga memberi pelajaran kepada warga NU bahwa konflik antar anggota jam’iyyah NU seharusnya diletakkan pada lokus politik praktis yakni PKB, dan bukan lokus kultural yaitu NU. Gontok-gontokan dalam arena politik praktis adalah biasa, namun sangat aneh bila dalam organisasi NU yang menjunjung tinggi moralitas Islam. Oleh: M. Syafiq Syeirozi (Anak Muda NU, Tinggal di Yogyakarta). Dipaste dari tambakberas.com


Get your own Chat Box! Go Large!